Back To Top
deskripsi gambar

Senin, 29 Mei 2017

BERBUKA DENGAN KURMA DAN YANG MANIS-MANIS

Terlepas dari pandangan dunia kesehatan mengenai berbuka puasa dengan yang manis-manis. Sebagian orang, kadang ada mengatakan, bila tidak ada kurma maka hendaknya berbuka puasa dengan yang manis-manis, bila tidak ada, maka air pun tidak apa-apa. 

Tentunya hal ini tidak akan begitu saja terlontar jika sebelumnya belum pernah didapati keterangan hal tersebut. Oleh karena itu, mencari keterangan terkait hal tersebut disertai penghormatan pada setiap pandangan-pandangan ulama, itulah yang lebih arif dan bijaksana.
Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :
إذا كان أحدكم صائما فليفطر على التمر فإن لم يجد التمر فعلى الماء فإن الماء طهور
“Apabila diantara kalian berpuasa, berbukalah dengan kurma, jika tidak ada kurma, maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci”. 
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Al-Baihaqi dan Al-Hakim. Menurut Al-Hakim, hadits ini shahih berdasarkan kriteria persyaratan Imam Al-Bukhari. Hadits yang senada adalah 
إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى مَاءٍ فَإِنَّهُ طَهُورٌ
“Apabila diantara hendak berbuka, maka berbukalah dengan tamr (kurma), jika tidak ada maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At-Turmizi, ia mengatakan “hadits ini hasan shahih”, diriwayatkan juga oleh Ibnu Khuzaiman didalam Shahihnya, Imam Ahmad didalam musnadnya, dan Imam Al-Baihaqi didalam Ma’rifatus Sunani wal Atsar. 
مَنْ وَجَدَ تَمْرًا فَلْيُفْطِرْ عَلَيْهِ، وَمَنْ لَا يَجِدُ فَلْيُفْطِرْ عَلَى الْمَاءِ، فَإِنَّهُ طَهُورٌ
“Barangsiapa yang mendapati kurma maka berbuka puasalah dengannya, dan barangsiapa yang tidak memiliki kurma maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci” [HR. Ibnu Hibban didalam Shahihnya]
إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ , فَإِنَّهُ بَرَكَةٌ , فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَمَاءٌ , فَإِنَّهُ طُهُورٌ
“Apabila diantara kalian berbuka puasa, maka berbukalah dengan tamr (kurma), sebab kurma itu barokah, namun jika tidak ada maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci” [HR. Ibnu Khuzaimah didalam Shahihnya]
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَى رُطَبَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَتُمَيْرَاتٌ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تُمَيْرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Dari Anas bin Malik, ia berkata : Nabi shallallahu ‘alayhi wa Sallam biasa berbuka puasa sebelum shalat dengan ruthab (kurma muda), jika tidak ada kurma muda (ruthab), maka beliau berbuka dengan kurma (tamar), dan jika tidak ada tamar, beliau meminum seteguk air” [HR. Abu Daud, At-Turmidzi, Al-Hakim, dan lain-lain, hadits ini shahih]
Dari beberapa hadits diatas, hendaknya berbuka puasa dilakukan sebelum shalat (menyegerakan berbuka puasa, penj) dengan memakan kurma, sebab terdapat barokah pada kurma. Kurma yang dimaksud adalah ruthab (kurma muda), namun bila tidak ada, maka kurma yang biasa, namun bila tidak ada juga, maka berbuka puasalah dengan air. 
Meskipun berbuka puasa dengan kurma diperintahkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, namun hukumnya hanya sunnah (mustahab), bukan wajib. Imam Al-‘Imraniy (wafat 558 H) didalam Al-Bayan mengatakan
“Disunnahkan berbuka puasa dengan tamar (kurma), jika tidak ada maka berbuka puasa dengan air, berdasarkan riwayat Salman bin ‘Amir, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam pernah bersabda : “Apabila diantara kalian berbuka puasa, maka berbukalah dengan tamr (kurma), sebab kurma itu barokah, namun jika tidak ada maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci”, dan juga riwayat Anas, ia mengatakan : “Nabi shallallahu ‘alayhi wa Sallam biasa berbuka puasa sebelum shalat dengan ruthab (kurma muda), jika tidak ada kurma muda (ruthab), maka beliau berbuka dengan kurma (tamar), dan jika tidak ada tamar, beliau meminum seteguk air”. 
Imam Al-Syairaziy didalam Al-Muhadzdzab juga mengatakan
“Dan mustahab (sunnah) berbuka puasa dengan kurma (tamar), jika tidak ada kurma maka berbuka dengan air, Salman bin Amir telah riwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda ; “Apabila diantara kalian berbuka puasa, maka berbukalah dengan tamr (kurma), sebab kurma itu barokah, namun jika tidak ada maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci”.
Selain itu, sebagian ulama juga ada yang menjelaskan agar berbuka dengan sesuatu yang manis karena semakna dengan kurma, itu bila tidak ada kurma.  Imam Al-Rafi’i (w 623 H) menjelaskan didalam kitabnya Fathul ‘Aziz bisyarhi Al-Wajiz, yang juga dikenal dengan kitab Al-Syarhu Al-Kabir, sebuah kitab syarah atas kitab fiqh Imam Al-Ghazali yakni Al-Wajiz fil Fiqhi Al-Syafi’i. Kata beliau,
“Sesungguhnya disunnahkan ta’jil setelah benar-benar yaqin matahari terbenam, dan sunnah berbuka puasa dengan kurma (tamr), namun apabila tidak ada maka hendaknya berbuka puasa dengan air, berdasarkan riwayat bahwa Nabi Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam pernah bersabda : “Barangsiapa yang mendapati kurma maka berbuka puasalah dengannya, dan barangsiapa yang tidak memiliki kurma maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci”, Dan Al-Qadli Ar-Ruyani menuturkan bahwa hendaknya berbuka puasa dengan kurma, namun bila tidak ada maka dengan manisan yang lain, jika tidak ada maka dengan air”
Al-Qadli Ar-Rauyani, lengkapnya adalah Al-Qadli Al-‘Allamah, Fakhrul Islam (kebanggaan Islam), Syaikhusy Syafi’iyyah Abdul Wahid Isma’il bin Muhammad Ar-Ruyani At-Thabary al-Syafi’i. Ia berpandangan bahwa bila tidak ada kurma maka berbuka dengan sesuatu yang manis lainnya. Hal ini juga disebutkan oleh Imam An-Nawawi didalam kitabnya Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, bahkan ada juga yang mengatakan seperti berikut:
“Al-Qadli Husain berkata, yang utama dizaman kami adalah berbuka puasa dengan apa yang diambil sendiri dari sungai (air), sebab itu jauh dari perkara yang syubhat”.
Menurut Imam Nawawi, pendapat seperti ini (perkataan Al-Qadli Ruyani dan Husain) adalah menyimpang, sedangkan yang tepat adalah seperti yang disebutkan didalam hadits-hadits diatas. 
Meskipun demikian, ada hikmah yang bisa diambil dibalik perkataan Al-Qadli Husain, yaitu pentingnya memperhatikan sesuatu yang  masuk kedalam tubuh kita khususnya dibulan puasa, perkataan beliau juga menunjukkan betapa beliau sangat hati-hati dalam persoalan makanan bahkan terhadap yang syubhat sekalipun. Mungkin saja dizaman Al-Qadli Husain begitu banyak syubhat bertebaran sehingga perlu kehati-hatian terhadap setiap yang hendak dimakan, wallahu A’lam.
Masih terkait berbuka dengan yang manis-manis, banyak keterangan didalam kitab-kitab fiqh, termasuk juga dalam fiqh Maliki terkait masalah ini, misalnya didalam Fawakihud Dawaniy disebutkan,
“Dianjurkan berbuka puasa dengan sesuatu yang manis, didalam hadits disebutkan “Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa Sallam biasa berbuka puasa dengan kurma-kurma muda, jika tidak ada, maka beliau berbuka dengan kurma-kurma (tamar), dan jika tidak ada tamar, beliau meminum beberapa tegukan air”, barangsiapa yang berada di Makkah maka dianjurkan berpuasa dengan air zam zam dikarenakan kebarokahannya, namun mengkombinasikan air zam zam dengan kurma (tamr) maka itu bagus, dan sesungguhnya memang dianjurkan berbuka dengan kurma dan makanan yang semakna dengannya berupa manisan-manisan”
Menurut Imam Zakariyya Al-Anshoriy didalam Al-Ghurrar Bahiyyah, mendahulukan ruthab (kurma muda) daripada tamar adalah hasan (bagus) dan juga sunnah dengan kurma sejumlah 3 biji.